Telset.id – Jika Anda berpikir drama TikTok bakal segera berhujung dengan kesepakatan gemilang antara AS dan China, mungkin Anda perlu menahan napas lebih lama lagi. Meskipun kedua negara adikuasa itu dikabarkan semakin mendekati titik temu, realitas di lapangan justru menunjukkan bahwa jalan menuju “penyelamatan” TikTok tetap dipenuhi kabut tebal ketidakpastian.
Pada Jumat lalu, Presiden Donald Trump justru menambah kebingungan dengan pernyataannya nan kontradiktif. Melalui unggahan di Truth Social, dia menyatakan bahwa dirinya dan Presiden Xi Jinping telah “membuat kemajuan” mengenai “persetujuan Kesepakatan TikTok”. Bahkan, Trump menyebut bahwa dia “menghargai persetujuan TikTok”. Namun, ketika berbincang dengan reporter di Oval Office, seperti dilaporkan Reuters, Trump menyatakan bahwa dia “telah menyetujui kesepakatan TikTok”.
Di sisi lain, media pemerintah China melaporkan percakapan tersebut dengan narasi nan sama sekali berbeda. Menurut The New York Times, Xi menyampaikan bahwa pemerintah China “menghormati kemauan perusahaan nan berkepentingan dan senang memandang negosiasi upaya nan sesuai dengan patokan pasar serta solusi nan sesuai dengan norma dan izin China serta mempertimbangkan kepentingan kedua belah pihak”.
ByteDance sebagai pemilik TikTok pun tidak banyak membantu memperjelas situasi. Dalam pernyataannya, mereka menyampaikan: “Kami berterima kasih kepada Presiden Xi Jinping dan Presiden Donald J. Trump atas upaya mereka untuk mempertahankan TikTok di Amerika Serikat. ByteDance bakal bekerja sesuai dengan norma nan bertindak untuk memastikan TikTok tetap tersedia bagi pengguna Amerika melalui TikTok AS.”
Laporan minggu ini memang menunjukkan bahwa kedua belah pihak telah mencapai tahap akhir negosiasi. Syarat-syarat nan diusulkan reportedly mencakup aplikasi baru untuk pengguna TikTok AS nan bakal terus menggunakan teknologi ByteDance untuk algoritmanya, kontrol penanammodal AS, dan pembayaran miliaran dolar untuk pemerintahan Trump. Namun, kapan semua ini bakal diresmikan tetap menjadi teka-teki.
Trump juga memberikan perpanjangan waktu keempat untuk larangan penuh terhadap TikTok, sehingga kedua belah pihak sekarang mempunyai waktu hingga Desember untuk menyelesaikan masalah ini. Keputusan ini menunjukkan bahwa meskipun ada optimisme dari kedua sisi, tetap ada pekerjaan rumah nan kudu diselesaikan sebelum kesepakatan final dapat diumumkan.
Perkembangan terbaru ini mengingatkan kita pada perpanjangan waktu sebelumnya nan diberikan Trump kepada TikTok, nan menunjukkan pola nan konsisten dari manajemen AS dalam menangani kasus sensitif ini. Apakah ini strategi negosiasi alias sekadar penundaan lantaran ketidaksiapan? Hanya waktu nan bakal menjawab.
Yang jelas, nasib 100 juta lebih pengguna TikTok di AS tetap menggantung. Platform nan telah menjadi rumah bagi produktivitas dan hibiran ini terus berinovasi dengan fitur-fitur baru, seperti fitur untuk penulis lagu dan fitur meditasi untuk remaja, menunjukkan komitmennya untuk tetap relevan di tengah ketidakpastian regulasi.
Pertanyaan besarnya: Akankah kedua negara superpower ini betul-betul menemukan common ground, alias apakah ini hanya permainan diplomasi nan bakal berhujung dengan kekecewaan? Dengan deadline Desember nan semakin mendekat, semua mata tertuju pada gimana kelanjutan dari negosiasi nan disebut-sebut sebagai salah nan paling rumit dalam sejarah teknologi modern ini.