Motivindonews.com, Dairi - Rabu 9 Oktober 2024,Ratusan perempuan dari berbagai organisasi, lembaga, dan mahasiswa di Kabupaten Dairi turun ke jalan menuntut penghentian segala bentuk pelecehan dan kekerasan seksual. Aksi ini, yang dipimpin oleh Gerakan Solidaritas Dairi Anti Kekerasan (Gertak), berlangsung di tiga lokasi penting: Kantor DPRD, Kantor Bupati, dan Polres Dairi.
Massa yang terdiri dari anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YPDK), Petrasa, dan Aliansi Petani Untuk Keadilan Dairi (APUK), menyerukan keprihatinan mendalam atas meningkatnya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di wilayah tersebut. Dalam satu bulan terakhir saja, tercatat tiga kasus besar, memicu pernyataan bahwa Dairi kini dalam kondisi darurat kekerasan seksual.
Di depan Kantor DPRD Dairi, sejumlah orator seperti Dormaida Sihotang, Rohani Manalu, Basaria Situmorang, dan Koordinator Aksi Duat Sihombing, menyampaikan tuntutan secara bergantian. Mereka mendesak DPRD segera menerbitkan regulasi yang efektif untuk menghentikan segala bentuk kekerasan, baik fisik, seksual, maupun psikologis terhadap perempuan dan anak. Ketua DPRD, Sabam Sibarani, menerima aspirasi ini dan berjanji akan mendorong aparat penegak hukum untuk menindak tegas para pelaku kekerasan seksual sesuai aturan yang berlaku.
Setelah menyampaikan tuntutan di DPRD, massa bergerak ke Kantor Bupati Dairi, mengangkat kasus-kasus kekerasan seksual yang mengguncang wilayah tersebut. Salah satu kasus yang mencuat adalah insiden di Kecamatan Lae Parira, di mana korban adalah penyandang disabilitas, dan salah satu pelaku adalah anak kepala desa. Di Kecamatan Sitinjo, tersangka dalam kasus pelecehan anak di bawah umur bahkan sempat ditangguhkan penahanannya.
Rohani Manalu, salah satu orator, menegaskan bahwa angka kekerasan seksual di Dairi terus meningkat setiap tahun. "Pemerintah daerah harus lebih peka terhadap situasi ini. Pernikahan antara korban dan pelaku bukan solusi yang benar," serunya dalam orasi.
Duat Sihombing, koordinator aksi, juga mengkritik penghargaan yang diterima Kabupaten Dairi sebagai "Kota Ramah Anak" pada tahun 2022. Menurutnya, penghargaan tersebut tidak relevan dengan kenyataan saat ini, mengingat banyaknya kasus pelecehan seksual yang justru dilakukan oleh anak di bawah umur.
Aksi ini diterima oleh Penjabat Sekretaris Daerah Dairi, Jonny Hutasoit, yang menyampaikan komitmen Pemkab Dairi melalui Dinas Keluarga Berencana dan Perlindungan Perempuan dan Anak untuk terus memberikan pendampingan psikologis bagi korban, serta memperluas sosialisasi mengenai pencegahan kekerasan seksual di lingkungan keluarga, sekolah, dan tempat ibadah.
Tak berhenti di situ, massa melanjutkan aksinya ke Polres Dairi, menuntut agar tersangka kasus pelecehan seksual yang sebelumnya sempat dibebaskan, segera ditahan kembali. Mereka mengecam keputusan penangguhan yang dianggap bertentangan dengan komitmen nasional Polri dalam memprioritaskan perlindungan perempuan dan anak.
Aksi protes ini berlangsung damai dengan pengawalan ketat dari personel Polres Dairi. Para demonstran berharap, aksi mereka dapat menjadi langkah awal menuju penghentian kekerasan seksual di Dairi dan menegaskan perlunya tindakan tegas dari semua pihak terkait.(cs)