Film yang berasal dari Thailand ini, menceritakan mengenai pasangan cheery yang belum menikah membangun rumah, pertanian durian bersama.
Setelah salah satu pasangan meninggal secara tidak sengaja, keluarganya menyita aset karena kurangnya pengakuan pernikahan yang sah.
Mitra yang masih hidup berjuang untuk mendapatkan kembali properti dan pekerjaan hidup mereka bersama.
Film ini disutradarai oleh Naruebet Kuno, dengan deretan penulis Naron Cherdsoongnern, Naruebet Kuno dan Karakade Norasethaporn
Trailernya sebagai berikut
Review The Paradise of Thorns
Melalui babak pembuka, diperlihatkan bagaimana dua anak manusia yang saling mencintai, berupaya membangun sesuatu bersama.
Kegiatan ini nampak terlihat sangat mereka inginkan dan mereka secara bersama-sama juga telah membuat rencana jangka panjang .
Aura kebahagian terlihat jelas , hingga malapetaka itupun hadir.
Ceritapun jatuh pada nasib dan interaksi dari pasangan yang ditinggalkan yaitu Thongkam diperankan oleh Jeff Satur dan Mo diperankan oleh Engfa Waraha
Melalui beberapa adegan yang rapih, terlihat bagaimana aturan hukum di negara Thailand mengenai warisan dan juga pasangan Gay.
Namun Thongkam tetap bertahan untuk mendapatkan apa yang secara fakta merupakan haknya.
Adapun Mo bertahan, agar Ibu dan dirinya tetap berhak memperoleh semuanya berdasarkan hukum di Thailand.
Menurut Cinemags, fenomena ini sangat menyentuh akar masyarakat Asia yang kebanyakan masih mempercayakan segala sesuatu secara lisan.
Hukum dan kepastian hukum, biasanya terletak pada urutan kesekian, hingga saat terjadi yang tak dikehendaki. Fakta yang ada tak mampu mengalahkan aturan hukum yang berlaku.
Penggambaran area perkebunan, lokasi tempat tinggal, serta situasi politik penduduk desa untuk memperoleh kekayaan singkat juga ditampilkan dengan apa adanya.
Janda kembang, dengan mudah dapat meminta sesorang yang mabuk akan paras cantik dengan iming-iming kekayaan , melakukan segala hal.
Namun apa yang diperoleh dengan cara tidak baik, tentu hasilnya pun tidak akan bertahan lama serta abadi.
Rangkaian kecil sebagai akibat pemilihan cara yang salah, dengan cepat berbalik menghajar secara emosional baik Mo dan Thongkam.
Mereka berdua akhirnya kembali merasakan kehilangan yang besar dalam kehidupan mereka.
Pada akhirnya semua saling menerima dan melepaskan satu titik harapan , yang pernah ada dirajut bersama pasangan yang telah meninggal.
Layarpun tertutup , meninggalkan kesan bagi penonton, akan ocular movie yang luar biasa indahnya.
Menurut Cinemags, kekuatan secara keseluruhan movie ini, adalah visualnya yang kuat.
Banyak sekali pengambilan adegan yang diambil dengan wide angle, serta saat kondisi sedang genting mengambil pengambilan gambar secara fokus.
Kesinambungan gambar dan juga kerapihan dalam editing serta merta menonjol dan memberikan warna indah saling terhubung.
Film ini memang cocok ditayangkan dalam acara show film.
Ini dikarenakan apabila ada satu atau beberapa adegan saja terpotong, dikarenakan sensor film.
Akan menghilangkan inti sari dari keseluruhan alur ceritanya.
Gambar-gambar ini sangat sinematik dan mewakili definisi movie itu sendiri, sehingga jika terlewat akan kehilangan momen penting.