Anggaran Sewa Tratak Senilai 1 M Lebih, Kabag Keuangan Sekwan: Anggaran Hanya 700 Juta, APH Diminta Periksa Sekwan

Sedang Trending 4 bulan yang lalu

Motivindonews.com, Simalungun. - Anggaran penyewaan tratak senilai Rp 1.050.000.000 oleh Sekretariat DPRD Simalungun di Rencana Umum Penganggaran (RUP) menuai sorotan berbagai kalangan. Dengan rincian perhitungan 7 set tratak x kapasitas 50 orang x 6 kali kegiatan, total nilai anggaran ini dinilai cukup besar, terutama jika dibandingkan dengan pelaksanaan reses yang ternyata hanya dilakukan satu kali pada tahun 2024.


Awalnya, anggaran tersebut direncanakan untuk mendukung tiga kali sidang atau reses dalam setahun di tahun 2024. Namun, fakta di lapangan menunjukkan reses hanya dilaksanakan satu kali sidang dengan konsentrasi konstituen 500 orang, yang dibagi menjadi dua kegiatan reses dengan lokasi berbeda dengan 250 konstituensi setiap lokasi. Hal ini berarti jumlah kegiatan reses berkurang dari rencana awal, yakni dari tiga kali menjadi satu kali saja.


Menurut keterangan Kabag Keuangan DPRD Simalungun, Bermarga Silaban, yang didampingi oleh PPTK Vera Sinaga serta Kabag Persidangan Bermarga Purba, sejatinya angka Rp 1.050.000.000 tersebut disiapkan untuk menyelenggarakan tiga kali reses. Namun, karena perubahan situasi, jadwal reses hanya direncanakan dua kali pada tahun 2024 dengan alokasi anggaran sekitar Rp 700 juta. Adapun satu kali reses dialokasikan dengan biaya Rp 350 juta untuk 50 anggota dewan, Senin (13/01/2024).


Sayangnya, dalam praktiknya, reses hanya terlaksana satu kali di tahun 2024. Akibatnya, dana yang sebelumnya dirancang untuk pelaksanaan reses tersebut dialihkan ke pos anggaran lain, seperti SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas). Ketika dikonfirmasi terkait keputusan ini, PPTK Vera Sinaga menyebutkan bahwa perubahan pada Rencana Umum Pengadaan (RUP) tidak memungkinkan dilakukan di tengah jalan. "RUP memang tidak dapat direvisi, sehingga langkah yang diambil adalah dengan menggeser anggaran agar tidak menjadi Silpa (sisa lebih penggunaan anggaran),” ungkapnya.


Hal ini memantik perhatian publik, terutama dari aspek transparansi dan efisiensi penggunaan anggaran. Dengan anggaran penyewaan tratak senilai lebih dari Rp 1 miliar, para pengamat kebijakan mempertanyakan efektivitas dan urgensi alokasi dana tersebut, terlebih dengan perubahan pelaksanaan yang jauh dari rencana awal. Tidak sedikit pihak yang mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera memeriksa pihak-pihak terkait, termasuk Sekretaris Dewan (Sekwan), guna memastikan tidak ada penyimpangan anggaran.


Kasus ini memperlihatkan perlunya peninjauan ulang atas mekanisme perencanaan dan eksekusi anggaran di lembaga pemerintahan. Selain memastikan optimalisasi dana publik, transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif dan eksekutif. Decision-making terkait anggaran perlu didasarkan pada kebutuhan riil, bukan sekadar formalitas administratif atau menghindari Silpa, seperti yang terindikasi dalam kasus ini. (JT)

Artikel Terkait